Beri Pembekalan dan Peningkatan Kesadaran Cegah Perundungan di Lingkungan Pesantren, Anggota DPR RI dan Akademisi Beri Wawasan Para Santri

oleh

KLIK DAERAH, Kediri – Pencegahan perundungan atau bullying di lingkungan pesantren menjadi sorotan utama dalam sebuah seminar bertajuk “Ngopi: Ngobrol Tentang Pendidikan” yang diselenggarakan di Hotel Lotus Garden pada Jumat, 10 Oktober 2025.

​Acara ini merupakan hasil kerja sama antara Kementerian Agama dengan Komisi VIII DPR RI dan pelaksana dari UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung. Seminar dimoderatori oleh Dr. H. Muhammad Zaini.

​Dua narasumber utama, KH. An’im Falachuddin M.Pd (Anggota DPR RI Komisi VIII dari Fraksi PKB) dan Dr. A Jauhar Fuad, M.Pd, menyampaikan pandangan serta solusi untuk mengantisipasi dan menanggulangi perundungan yang dikhawatirkan mengganggu tujuan mulia pendidikan di pesantren.

​KH. An’im Falachuddin M.Pd menyampaikan keprihatinannya terhadap kasus perundungan di pesantren, termasuk insiden tragis yang sempat menimpa Kediri. Beliau menekankan perlunya langkah antisipasi konkret, terutama mengingat ada data yang menyebutkan 45% santri pernah mengalami perundungan baik fisik maupun non-fisik.

​Tiga poin utama solusi pencegahan yang ditekankan oleh KH. An’im Falachuddin M.Pd adalah:
​Pengadaan “Bapak Asuh” atau Santri Senior: Di setiap kamar (10-20 orang), perlu ada santri senior yang berfungsi sebagai pengawas intensif selama 24 jam. Tujuannya adalah memastikan tidak terjadi perundungan di antara teman sekamar.

​Pembekalan dan Peningkatan Kesadaran: Memberikan pemahaman kepada santri, terutama santri lama, bahwa mereka semua adalah saudara dalam satu kompleks pesantren. Beliau mengutip hadis, “Tidak sempurna iman seseorang sebelum dia bisa mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri,”ungkapnya.

​Meningkatkan Kewaspadaan Pengasuh: Pengasuh diminta meningkatkan tanggung jawab dan kewaspadaan mereka dalam mengemban amanah mendidik santri menjadi pribadi yang berakhlakul karimah.

​Terkait anggapan bahwa perundungan adalah tradisi untuk melatih mental, Kyai An’im menegaskan bahwa meskipun sempat ada di beberapa tempat seperti Nganjuk, hal itu bukanlah tradisi umum pesantren. Beliau juga mengingatkan bahwa tidak semua santri memiliki mental yang kuat, sehingga risiko perundungan dapat menyebabkan anak tidak betah dan pulang.

Definisi Perundungan dan Bahaya di Era Medsos

​Narasumber kedua, Dr. A Jauhar Fuad, M.Pd, menyoroti pentingnya membedakan tindakan yang termasuk perundungan atau bukan. Beliau mendefinisikan perundungan sebagai:

​”Tindakan atau perilaku tidak menyenangkan, baik secara verbal, fisik, ataupun sosial, di dunia nyata maupun media sosial, yang membuat seseorang merasa tidak nyaman, sakit hati, dan tertekan,”terangnya.

​Dr. Jauhar Fuad juga menyebutkan beberapa bentuk perundungan, termasuk fisik (kekerasan), verbal (kata-kata menyakitkan), dan sosial (menjauhkan atau tidak memedulikan teman).

​Selain itu, KH. An’im Falachuddin M.Pd secara khusus mengingatkan bahaya perundungan di media sosial (Medsos). Beliau menekankan bahwa penyebaran omongan atau Namimah (memindah omongan orang lain dengan tujuan kerusakan) melalui Medsos dapat menyebabkan permusuhan bahkan pertumpahan darah. Beliau berpesan agar santri harus bisa menjaga sikap yang baik di media sosial.

Pesantren sebagai “Benteng Terakhir” dan Tantangan Hukuman Fisik

​KH. An’im Falachuddin M.Pd mengibaratkan pesantren sebagai “benteng terakhir pembentukan akhlakul karimah” dan “bengkel” tempat anak-anak dititipkan untuk dididik. Beliau menekankan bahwa tugas Kyai sangat berat, meliputi mengajar, mendidik, dan bahkan mendoakan santri dengan sungguh-sungguh.

​Beliau juga membandingkan kondisi santri masa kini dengan santri terdahulu, di mana hukuman fisik yang dulu lazim dan diterima (seperti digundul dan diguyur air comberan) kini tidak bisa lagi diterapkan karena dapat menimbulkan masalah hukum. Hal ini menekankan bahwa pencegahan perundungan harus didukung oleh penegakan aturan yang jelas, namun harus disesuaikan dengan konteks zaman.

​Secara keseluruhan, kegiatan ini bertujuan memberikan wawasan kepada para pendidik dan pengurus pesantren bahwa perundungan harus diantisipasi sedini mungkin agar tidak berakibat pada korban fisik, mental, hingga risiko hukum. Langkah-langkah preventif, pengawasan intensif, dan penanaman nilai persaudaraan menjadi kunci untuk menciptakan lingkungan pesantren yang aman dan kondusif. (sw)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.