Proses Hukum Dinilai Carut Marut, GPI Gelar Aksi Damai Di Depan PN Tulungagung

oleh

Tulungagung, Klik DAERAH – Massa dari Gerakan Pembaharuan Indonesia (GPI) melakukan aksi damai di Pengadilan Negeri (PN) Tulungagung, Selasa (22/2/2022).

Aksi ini dilakukan untuk mempertanyakan kejelasan proses hukum terhadap terpidana JS, penjual minuman beralkohol.

Dalam aksinya, peserta aksi membawa poster yang mengkritisi penanganan kasus terhadap JS, kinerja Jaksa dan hakim.

“Yang satu kardus ditangkap, yang satu gudang dibiarkan,” salah satu tulisan yang dibawa massa.

“Kejar dan tangkap DPO dalam perkara miras ini,” tulis yang lain.

Peserta aksi juga memantau jalanya sidang terhadap JS melalui monitor yang disediakan oleh PN Tulungagung.

“Sebagai masyarakat, kami  punya hak mengoreksi kinerja Kepolisian, Kejaksaan dan Hakim,” ujar  Ketua GPI, Jaka Prasetya.

Menurut Jaka, banyak proses hukum terhadap JS yang dirasa kurang pas. Misalnya, kandungan miras yang dijual, dari hasil laboratorium  sama dengan yang dibuat di perusahaan.

Jika hal itu dimasukan sebagai pelanggaran hukum, pihaknya menganggap kurang pas jika dimasukan dalam dakwaan.

Atas kasus itu, ancaman hukuman terhadap JS lebih dari 5 tahun. Namun dalam sidang, JS tidak didampingi oleh pengacara.

“Dapat kita lihat, ternyata terdakwa menjalani persidangan tanpa ada pengacara,” ungkap Jaka.

Sebelumnya, JS diamankan oleh penegak hukum dengan barang bukti berupa 5 botol arak bali dan 8 botol anggur merah. JS lalu dijerat dengan Undang-undang Perlindungan Konsumen yang dirasa juga kurang tepat.

Karena mencantumkan komposisi, tanggal kadaluwarsa serta efek samping merupakan kewajiban produsen, bukan penjual.

“Kalau orang yang mengedarkan atau kulakan di daerah, pengaturannya ada di Perda pengendalian minuman beralkohol,” paparnya.

Jeratan Undang-undang Pangan juga kurang tepat, lantaran tidak ada upaya mengolah bahan pangan menjadi minuman. Juga tidak ada upaya pencampuran atau mengolah bahan-bahan tertentu menjadi  minuman beralkohol.

“Selain arak bali dan anggur merah, tidak ada kandungan lain yang dicampur di situ. Sehingga hasil laboratorium sama dengan hasil produk,” tegas Jaka.

Jaka melanjutkan, fatalnya lagi, JPU menggunakan Pasal 64 UU Cipta Kerja. Padahal pasal itu sudah dihapus, sehingga tidak bisa dipakai dalam dakwaan alternative maupun akummulatif.

Jaka menilai ada upaya pemaksaan penggunaan pasal tersebut dalam perkara JS ini.

“JPU dinilai kurang teliti sehingga masih menggunakan pasal itu padahal sudah dihapus,” ujarnya.

Lebih jauh menurut Jaka, penindakan penjualan minuman beralkohol dilakukan pemerintah daerah.

Para pelakunya diarahkan untuk mendapatkan surat izin usaha perdagangan minuman beralkohol.

Sementara itu, Kepala Kejaksaan Negeri Tulungagung melalui Kasintel, Agung Tri Radito mengatakan, anggapan peserta aksi tentang penerapan pasal merupakan hak mereka.

Labih lanjut, pihaknya sudah menangani kasus serupa dengan menggunakan pasal yang serupa.

“Itu hak mereka, kita biasanya juga memakai pasal tersebut,” jelasnya.

Saat ini kepolisian tengah gencar merazia para penjual miras ilegal di Tulungagung. Para pelakunya dijerat dengan undang-undang pangan dan undang-undang perlindungan konsumen.

Hal ini memungkinkan hukum penjara kepada para pelakunya. Berbeda dengan penanganan sebelumnya yang menggunakan Tindak Pidana Ringan (Tipiring), yang cukup membayar denda.

Penulis: Pramono

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.